Luwu Utara, SulSel – Salah satu program pemerintah pusat tentang pembangunan waduk dan saluran irigasi Baliase di Kab. Luwu Utara Sulsel, merupakan salah satu proyek anggaran APBN dengan pelaksanaan pembangunannya dilaksanakan dengan 4 (empat) tahapan pelaksanaan dengan masing-masing tahapan pembangunannya menelan anggaran biaya ratusan milyar rupiah.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan sarana irigasi yang dinamakan Baliase Kiri dan Baliase Kanan tersebut, pembangunan tahap ketiga khususnya, oleh pihak Kontraktor Pelaksana PT Jaya Kontruksi KSO PT Bumi Karsa dilaporkan di Polres Luwu Utara tentang Dugaan Penipuan dan Penggelapan tapi oleh pihak APH menghentikan proses hukumnya, menuai sejumlah pertanyaan.
Sejumlah Pendor mengakui telah mengalami kerugian sejumlah Milyaran Rupiah, menjadi pembahasan RDP di Kantor DPRD Kab Luwu Utara. Terkait dana pembayaran kepada sejumlah pendor atau sub kontraktor yang mencapai sekitar 30 perusahaan, sampai hari ini masih belum dibayarkan haknya sejumlah nilai mencapai Rp 5 Milyar Rupiah lebih.
Dalam RDP tersebut, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP Sulsel telah membuat surat pernyataan yang isinya ada 3 (tiga) item untuk siap dilaksanakannya. Namun faktanya sebatas pembohongan publik semata dan realitanya sangat kontradiktif atas pernyataan yang dijanjikan sebagaimana termuat dalam surat pernyataan yang disepakati pada RDP di hadapan Wakil Ketua DPRD Kab. Luwu Utara.
Surat yang disaksikan dan ditandatangani Wakil Ketua Komisi II DPRD Luwu Utara oleh HATTA TURUSY, ST bersama pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP Sulsel oleh A. FAISAL selaku Satker BBWS Jeneberang Pompengan dan DATU KARAENG RAJA selaku PPK serta sejumlah Pendor atau Subkon yang turut bertanda tangan, justru laiknya sebatas tipu muslihat semata.
Ironisnya, semua isi pernyataan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP Sulsel yang tertuang dalam surat pernyataan dimaksud terdiri dari tiga point, semuanya dilanggar.
Bahkan hal yang sifatnya pembohongan publik itu, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP, justru terkesan menjadi biang kerok penyebab terjadinya kegaduhan dan kerawanan sosial serta ancaman verbal seperti dialami saat ini oleh salah seorang pendor bersama keluarganya akibat dilaksanakannya pembangunan proyek irigasi Baliase Tahap IV tanpa penyelesaian pembayaran hak – hak para subkon sebagai mitra pelaksana pada proyek anggaran tahap ketiga sebelumnya.
Bahkan menurut sumber yang tidak siap disebut identitasnya menduga kuat terjadinya praktek korupsi dalam pelaksanaan proyek pembangunan irigasi Baliase Kiri Tahap III dimaksud.
Dugaan tersebut, dimana sejumlah sumber menyebutkan adanya pengakuan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan dalam rapat dengan pendapat di ruang komisi II DPRD Luwu Utara mengatakan, bahwa semua hak-hak pendor akan diselesaikan pembayarannya sebelum pelaksanaan kegiatan pembangunan proyek irigasi Baliase Tahap IV di mulai.
Ironisnya, karena menurut pengakuan pihak BBWSJP Sulsel, pembayaran untuk pelunasan hak-hak para pendor sekitar akan dilakukan melalui anggaran dana retensi sebesar Rp 25 Milyar atau sekitar 5 % dari nilai anggaran proyek sebesar Rp 445 Milyar lebih.
Dikatakan sumber bahwa hal itu terindikasi sarat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme alias KKN, karena peruntukan daripada dana retensi itu, sebenarnya bukan untuk digunakan membiayai anggaran pembangunan inti melainkan dan itu adalah untuk digunakan sebagai anggaran pemeliharaan pembangunan proyek irigasi inti dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Ungkap sumber menjelaskan.
Berdasarkan atas keterangan sumber yang berhasil dihimpun wartawan media nasional Merak Nusantara Com ini dengan tegas menyatakan bahwa pihak Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang Pompengan BBWSJP melakukan pembiaran penggunaan material Tambang Ilegal.
Dan berdasarkan hasil investigasi pada hari ini Selasa, 17 Juni 2025, pengambilan material proyek tahap IV sempat berhenti beberapa hari pasca diberitakan di Media Nasional Online Merak Nusantara Com yang secara konkret dengan sejumlah data dan fakta-fakta otentik terkait adanya indikasi terjadinya unsur pelanggaran hukum sebagai Tambang Ilegal.
Pelaksanaan proyek Irigasi Baliase tahap IV kali di Kab Luwu Utara tersebut, menurut sumber yang dirahasiakan identitasnya kepada Wartawan Media ini menyebutkan, bahwa pengambilan bahan material kembali dilakukan pada tambang yang diduga Ilegal di daerah sekitaran Radda Kec. Masamba Kab. Luwu Utara.
Sementara pihak BBWSJP Sulsel dan pihak APH dari jajaran Polres Luwu Utara tidak pro aktif malaksanakan fungsi pengawasan secara dini, dan terkesan melakukan pembiaran terhadap penggunaan material bahan tambang galian C Ilegal yang syarat KKN dengan tutup mata, tegasnya.
(KBSS_01. M Nasrum Naba)
(Ac/Gb)