INSPIRASIUPDATEnews.com, Tana Toraja — Tahun ini seharusnya menjadi akhir perjalanan dari PP IPM periode 2023-2025 dengan segala dinamika yang hadir. Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang seharusnya menjadi wadah bagi pelajar, dibawah Nahkoda yang dilantik pada tahun 2023 silam malah menghadirkan berbagai keresahan dari kader IPM di akar rumput. Dengan banyaknya kontroversi yang hadir, “kemana sang pemilik mandat itu?”
Dengan berbagai program yang diusung , justru tidak terlihat keberdampakannya, malah tidak lebih dari sebuah formalitas. Ironisnya dibeberapa momen, Pimpinan Pusat lebih mesra dengan elit tertentu daripada memberikan dampak bagi kader di seluruh Indonesia. Sebagai poros pelajar seharusnya organisasi ini betul – betul menjadi wadah yang peka dan responsif bagi pelajar, namun diberbagai situasi mereka memunggungi aspirsi pelajar hari ini.
Kekecewaan pun datang dari sikap PP IPM yang kerap bungkam terhadap isu-isu nasional yang krusial, bahkan pelajar yang harus menjadi korban. Dikutip dari Kompas: “seorang pelajar berusia 16 tahun asal kabupaten Tangerang, banten meninggal dunia setelah koma selama tiga hari di rumah sakit. Ia diduga menjadi korban kekerasan pada saat mengikuti aksi demonstrasi di Jakarta 28 agustus lalu”. kejadian ini tentu sangat memilukan dan melukai hati nurani, tetapi satu hal yang pasti PP IPM masih diam terhadap apa yang telah terjadi. Padahal, hak pelajar untuk berdemostrasi dan menyampaikan pendapat telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam berbagai dinamika sosial dan politik di negara tercinta Indonesia, IPM seharusnya menjadi pelopor aspirasi dari pelajar atas kekacauan yang ada.
Selain membisu terhadap isu sosial-politik, sering kali terlihat prioritas yang timpang dari pimpinan pusat terhadap pimpinan wilayah yang ada di indonesia. Kesenjangan perhatian ini adalah luka bagi hati para kader di seluruh pelosok negeri. Kami menuntut PP IPM agar bersikap adil kepada seluruh Pimpinan yang ada.
Forum tertinggi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah Muktamar. Bukan sekadar pertemuan seremonial, akan tetapi ajang pertukaran ide, refleksi gerakan, pertanggungjawaban serta peralihan nahkoda kepemimpinan, kini diselimuti ketidakjelasan. Awalnya dijadwalkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tahun ini, agenda penting ini tiba-tiba diundur ke tahun depan tanpa alasan yang pasti dari Pimpinan Pusat (PP) IPM. Alih-alih dari Pimpinan Pusat, berita pengunduran ini justru “pecah” dari Ketua Umum PW IPM Sulawesi Selatan.
Situasi ini tidak hanya mengusik jadwal, tetapi juga menimbulkan kejanggalan di kalangan kader. Isu lain yang santer terdengar, yaitu tentang perubahan batas usia pimpinan, juga belum ada kejelasan. Hal ini membuat banyak kader merasa bingung dan menanti validasi dari PP IPM. Pengunduran jadwal Muktamar yang semena – mena telah menyulut kemarahan dan kekecewaan di kalangan kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di seluruh Indonesia. Kami menuntut akan pertanggungjawaban moral dari Pimpinan Pusat (PP) IPM, juga mendesak agar tidak menjadi pelayan bagi kepentingan elit politik atau penguasa, melainkan kembali fokus memberikan dampak bagi pelajar.
Kepercayaan kader sedang diuji. Tampil dan berikanlah klarifikasi, jelaskan alasan di balik pengunduran ini, dan sampaikan permohonan maaf. Kepemimpinan sejati diukur dari keberanian menghadapi masalah dan kejujuran di hadapan kader, bukan hanya dari janji-janji kosong atau hanya sekadar pencitraan.
Nuun, Walqolami Wamaa Yashturuun
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Oleh: IPMawan Muhammad Najamuddin
Ketua Umum PD IPM Tana Toraja
(**/Ac)