LUWU TIMUR, inspirasiupdatenews.com — Kuasa hukum Kepala Desa Balai Kembang, Kecamatan Mangktana, inisial MAM, memberikan keterangan resmi terkait pemberitaan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan APBDes tahun anggaran 2022 dan 2023 yang sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur.
Melalui pernyataan tertulis, kuasa hukum MAM, YM, menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, nilai dugaan kerugian negara yang menjadi dasar proses hukum terhadap kliennya adalah sebesar Rp470 juta.
YM menegaskan bahwa angka tersebut merujuk pada hasil pemeriksaan auditor berwenang yang digunakan oleh penyidik Kejari Luwu Timur dalam menetapkan status tersangka.
“Terkait angka Rp2,6 miliar yang sempat ramai diberitakan, perlu kami luruskan bahwa itu merupakan estimasi awal dugaan penyimpangan yang ditemukan pada tahap penyelidikan. Namun, hasil audit resmi kemudian menyebutkan nilai kerugian negara yang digunakan sebagai dasar tuntutan adalah Rp470 juta,” terang YM pada Selasa (23/7/2025).
Yudi Malik juga menyebut kliennya telah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan dana Rp470 juta tersebut ke kas desa sebelum penetapan sebagai tersangka. “Pengembalian dana ini merupakan bentuk tanggung jawab moral klien kami dan komitmen untuk menghormati proses hukum,” tambahnya.
Pihak kuasa hukum berharap publik dan media massa dapat menyajikan informasi yang proporsional serta mengacu pada data resmi agar tidak menyesatkan opini masyarakat.
“Kami mendukung penegakan hukum yang objektif dan profesional. Namun kami juga mengingatkan agar asas praduga tak bersalah tetap dihormati sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejari Luwu Timur menetapkan MAM sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan APBDes tahun anggaran 2022–2023. Dugaan penyimpangan tersebut mencakup penyertaan modal BUMDes hingga pengadaan aset desa yang tidak digunakan sesuai peruntukan.
Dengan adanya hak jawab ini, pihak kuasa hukum berharap masyarakat mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan tidak terjebak pada opini yang belum tentu sesuai fakta hukum. (*)